Senin, 06 September 2010

catatan sang pengendara motor #1

jam 9.00 sudah dan matahari seraya meminta imbalan atas jerih payahnya menyinari siang. keringat, keluh kesah, dan sejumput cacian. namun aku yang selalu tunduk padanya dan terik, sedang mengendarai motor kesayangan yang tak kunjung lurus 'setir'nya. terlihat agak menyamping karena kejatuhan rezim (rezim,baca: jangan!) yamaha di jalan raya. inilah hari dimana sudah siang dan aku mengendarai motorku yamaha seperti yang kuceritakan barusan. dan tidak mungkin harus kuulangi lagi ketiga kalinya. jalanan terasa begitu kerasnya dan hitam, sehingga sesekali ada garis yang mencoba membuatnya putih, dan tetap begitu sejak ku menggambar pemandangan gunung, sawah, dan jalan raya ditengahnya. waktu terus berjalan dan terkadang ada beberapa yang tidak berubah. bahkan terkadang kulihat anak kecil jaman sekarang pun menggambar yang sama seperti kugambar saat itu. namun sudahlah, kulanjutkan saja perjalananku yang sejak dari tadi di jalur kiri, karena jalur kanan hanyalah untuk arus sebaliknya. sehingga kupacu pelan saja motorku sembari berpikir tidaklah mungkin kupacu kencang. entah apa alasannya.

'alon-alon asal kelakon' kata orang jawa, padahal kupikir alon-alon adanya di pusat kota. sehingga terdengar sesekali bunyi klakson dari balik punggungku seperti berteriak, " Hei! Jakarta keras bung, tak ada tempat untuk orang santai macam kau! ". dan ia pun dengan bunyi "treeeeng"-nya menyalipku dari sisa jalanan yang kosong dan menyempatkan diri untuk manatapku sembari memicingkan matanya. sesekali, aku pun tak mau kalah dan bunyikan klaksonku pelan seraya menjawab," oi! gue ga santai kali, ini namanya pelan tapi pasti! dan ini belum Jakarta! ini masih Depok! ". klakson pembenaran kusebutnya. memangnya apa yang mereka kejar? seperti anjing yang mengejar kelinci di arena balap lari, bahkan melihatnya langsung pun belum pernah. atau mereka mereka sedang dalam musim kawin dalam dunia binatang? usik sedikit, gelisah, dan emosi. sensitif sekali orang macam sekarang? atau mungkin juga sedang terburu-buru mencari sesuap nasi? huff! dan tiba-tiba ku berpikir itu jadi rasa iba di dada melihat mereka yang hanya makan sesuap nasinya setiap harinya, sedangkan bensin pun terkadang sehari full tank. sehingga aku kan bersyukur untuk makanan sepiring dalam 2 kali setiap hari yang kudapat.

teringat sesuatu, tapi apa ya?

oiya! jangan lupa nyalakan lampu di siang hari, takut-takut matahari sedang adakan discount di waktu-waktu tertentu. itupun mungkin kata polisi, ya hanya mungkin saja. dan kedua, janganlah lupa untuk selalu pakai helm "standart", karena orang miskin (baca: orang yang tak mampu beli mobil/ pengendara motor) tak boleh punya barang bagus. mungkin itulah penyebab utama CAFTA, tak boleh punya barang bagus. dan yang tak kalah pentingnya adalah pakailah helm yang berbunyi 'klik' saat dipasang, karena beda bunyi beda pasal mungkin saat razia. beruntunglah semua sudah kupatuhi saat resmi menjabat sang pengendara motor dan tiba-tiba kuingat nikmatnya saat tadi kulindas polisi tidur dekat rumah. biasakanlah kau melindasnya tanpa melewatinya sedikit pun hai para pengendara motor.

sudah 15 menit kuberada di jalan, apakah layak ku disebut anak jalanan? dan tiba-tiba jalanan pun terlihat macet di depanku, apakah sang jalanan marah karena aku ingin disebut anaknya? kupelankan saja laju motorku dan melihat gerangan apa yang terjadi. dan tidak jauh dari motorku itu sekitar beberapa meter terlihat seorang yang terkapar di jalanan dengan motornya yang mungkin bisa disebut berbaring pula. semula ia tidak bergerak dan kukira pingsan atau jangan-jangan tutup usia dia. waduh, tak ada darah berceceran , berarti pingsan sajalah dia. namun tiba-tiba ia bergerak dan bangun. terlihat kesakitan berusaha meminggirkan motornya. aku pun sangat lirih karena jalanan penuh oleh pengendara motor lainnya yang kulihat ingin membantu, tetapi apalah gunanya keinginan yang bahkan tak berdampak apa-apa dan pada akhirnya hanya menonton saja. inilah moral masyarakat kita, tertawa diatas penderitaan orang atau bahkan menertawakan orang yang menderita seperti badut jalanan. sampah. lebih baik jangan menonton dan membuat kemacetan yang malah menimbulkan masalah baru. aku pun terus melaju motorku setelah melewati kemacetan dan melihat sang korban dapat berjalan untuk meminggirkan motornya.

jalanan masih lumayan panjang yang harus kuarungi namun kemacetan terkadang menyela berdesakan. angkutan umum kota kian kali menjadi musuh ataupun menjadi sasaran empuk latihan tendangan bela diri yang selama ini sulit dilakukan diatas kendaran roda dua. keseimbangan adalah kuncinya dan terkadang latihan vokal pun dapat dilakukan bersamaan di jalanan (aspal) hitam ini. mungkin rocker masih menjadi cita-citanya. namunku belum sampai ke tahap itu, hanya latihan memicingkan mata di depan supir angkot yang ku bisa. diatas kendaraan tentunya. hebat bukan? setelah anda terbiasa melakukannya bersama para angkutan umum level selanjutnya  anda akan bertemu para penyeberang jalan yang serasa dialah dewa atau bahkan menjadi pahlawan laksana si buta dari gua hantu. bahkan jembatan penyeberangan diatas kepalanya pun tak terlihat. dalam hati ku berpikir," apakah kalian tidak punya rasa belas kasihan sedikit pun pada mereka sang pencipta yang mampu membuat jalanan diatas udara? dengan penyangga yang mungkin kita tak bisa membuatnya. bahkan jerih payah yang mereka korbankan, masihkah saja kau memberi julukan 'kuli'? para pekerja kasar? bahkan mereka terkadang membangunnya saat kita terlelap". dan aku hanya bisa menggeleng-geleng kepala kepada mereka para si buta dari gua hantu itu. kadang ingin ku menjadi wiro sableng yang dapat meng-kapak geni 212 kepada mereka, dan aku merasa pasti menang dari mereka yang hanya punya teman seekor kera yang tidak lebih baik dari sang sinto gendeng guruku. tetapi tetap bang roma lebih baik dengan gitarnya yang disanggah di atas kendaraan roda dua. ialah sang dewa pengendara motor. hanya dia yang punya hak untuk menegur sang inul. betul ialah sang dewa itu.

sesekali melihat speedometer yang mati. mengira aku telah melaju kencang bak pembalap berkecepatan 100km/jam, mungkin. bila disebut tanpa berlebihan angka 60 menjadi 100. janganlah berharap lebih karena motor ini hanya 110cc, tanpa perawatan tentunya. dan kulihat seorang ibu-ibu dengan jetmatic-nya dapat melampuiku, melewatiku. mungkin dialah sang bunda dari valentino rossi.

satu daerah telah kulewati, tanpa paspor pun ku melaju kencang. ya tentunya kencang tersebut kutahu dari kencangnya angin menerpa. memang apa yang kau harapkan dengan motor tanpa perawatan ini dan ditambah speedometer mati? imajinasilah satu-satunya jawaban. dan disinilah daerah yang selalu saja ramai oleh orang-orang hilir mudik. apa yang mereka lakukan diluar sini?apakah mereka tidak berkerja ataupun sekolah? oya, ini "sunday market" atau oleh warga sekitar disebut pasar minggu. disinilah dimana semua orang merasa liburan sehingga mereka bebas untuk memarkirkan kendaraan seenaknya, bahkan terkadang di tengah jalan ataupun tikungan. sambil melewatinya ingin sekali kuteriak, " HAPPY SUNDAY!".

kulirik jam tangan yang selalu dipakai di tangan, karena jarang sekali kulihat benda itu terpakai di kaki ataupun di leher. entah nanti apa jadinya, jam kaki atau jam leher. susah untuk dilirik.

09.40

wah hebat mungkin sekarang aku layak dinobatkan sebagai anak jalanan. tak tahu apa bagusnya, hanya sesekali terdengar maskulin saat jaman dulu. setelah era bang roma tentunya. atau mungkin dialah dewa jalanan?tiba-tiba lamunanku terganggu oleh para pengendara wanita. janganlah kau mengartikannya secara harfiah, karena tentunya mereka tak mengendarai wanita seperti kita mengendarai motor. " memang apa bedanya pengendara motor dengan pengendara wanita?", tiba-tiba hati nuraniku bertanya. "oh, jelas beda nur!", jawabku. " lihatlah ciri-ciri mereka, pertama ya nur. spion yang hanya digunakan untuk pelengkapan hasrat penampilan, bukan untuk melihat sesuatu dibelakangnya. dan penampilan sang pengendara tentunya. lihatlah saat ia berhenti ditengah kemacetan atau pada lampu merah. ia akan mencari kaca lebih besar dari spionnya. dan yang terutama ia akan panik saat ada orang yang menyalip, bahkan dalam jarak yang aman. bukankah semua itu berkah?", jelasku kepada sang hati nurani. tanpa kutahu apa sebabnya ke menyebut semua itu berkah.

10.00

sampai juga akhirnya. dan menghela napas bebas dari debu dan asap kendaraan.
dan tiba-tiba aku pun tersadar. benar-benar tersadar maksudku.
pengendara yang terburu-buru menjemput anaknya, ataupun sesuatu yang jauh lebih penting dari itu..
korban kecelakaan yang terkapar..
supir angkutan umum yang dikejar setoran..
para penyeberang jalan yang takut ada tindakan kriminal diatas jembatan penyeberangan..
para wanita yang sudah benar mengemudi atau bahkan kita yang ugal-ugalan..

apakah perasaan ini sudah mati?
atau hanya berpikir diri sendiri?

0 komentar: